Blog Post
Okt
03
03
Calistung Untuk Balita Pentingkah
- oleh Admin
- Kategori: Parenting Guide
CALISTUNG UNTUK BALITA, PENTINGKAH?
Calistung alias baca, tulis dan hitung. Siapa sih orang tua yang tidak bangga jika putra/putri kesayangan sudah bisa baca, tulis dan berhitung, terutama membaca di kala balita.
Rasanya, bangga campur aduk, calon orang jenius nih, he he he.
Tapi tahukah Anda, dengan fenomena banyaknya PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang mengajarkan siswa kecilnya Calistung bakal merusak perkembangan anak.
Bukannya bermanfaat dan "mencicil" materi waktu kelak nanti masuk SD?
Tidak demikian saudara-saudara,...
Pernah dengar anak TK dikasih PR? PR-nya pun calistung?
Indonesia gawat dan darurat di sektor pendidikan!!!
Pertama, hal ini bakal merampas waktu bermain, ini pasti karena orang tua dan PAUD akan menghabiskan jatah bermain anak sesuai perkembangan usianya karena materi ini.
Kedua, merusak mental anak, anak menjadi tegang dan merasa belajar itu tidak pernah enak. Padahal belajar harusnya menyenangkan dan merangsang rasa berpikir anak.
Ketiga, anak belum sampai untuk memikirkan hal-hal rumit yang biasa dilakukan orang dewasa.
dan masih banyak lagi segi negatifnya.
Intinya sesuaikan materi belajar dengan perkembangan anak. Kalau masih balita ya bermain, bermain dan bermain...
Ingat lagu TK ini
"Taman yang paling indah, hanya taman kami
Taman yang paling indah, hanya taman kami
Tempat BERMAIN, berteman BANYAK
Itulah taman kami, TAMAN KANAK-KANAK"
....
Ada hal menarik yang kita bisa ambil dari artikel ini
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anak usia di bawah lima tahun (balita) sebaiknya tak buru-buru diajarkan baca tulis dan hitung (calistung). Jika dipaksa calistung si anak akan terkena 'Mental Hectic'.
''Penyakit itu akan merasuki anak tersebut di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu jangan bangga bagi Anda atau siapa saja yang memiliki anak usia dua atau tiga tahun sudah bisa membaca dan menulis,'' ujar Sudjarwo, Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Kemendiknas, Sabtu (17/7).
Oleh karena itu, kata Sudjarwo, pengajaran PAUD akan dikembalikan pada 'qitah'-nya. Kemendiknas mendorong orang tua untuk menjadi konsumen cerdas, terutama dengan memilih sekolah PAUD yang tidak mengajarkan calistung.
Saat ini banyak orang tua yang terjebak saat memilih sekolah PAUD. Orangtua menganggap sekolah PAUD yang biayanya mahal, fasilitas mewah, dan mengajarkan calistung merupakan sekolah yang baik. ''Padahal tidak begitu, apalagi orang tua memilih sekolah PAUD yang bisa mengajarkan calistung, itu keliru,'' jelas Sudjarwo.
Sekolah PAUD yang bagus justru sekolah yang memberikan kesempatan pada anak untuk bermain, tanpa membebaninya dengan beban akademik, termasuk calistung. Dampak memberikan pelajaran calistung pada anak PAUD, menurut Sudjarwo, akan berbahaya bagi anak itu sendiri. ''Bahaya untuk konsumen pendidikan, yaitu anak, terutama dari sisi mental,'' cetusnya.
Memberikan pelajaran calistung pada anak, menurut Sudjarwo, dapat menghambat pertumbuhan kecerdasan mental. ''Jadi tidak main-main itu, ada namanya 'mental hectic', anak bisa menjadi pemberontak,'' tegas dia.
Kesalahan ini sering dilakukan oleh orang tua, yang seringkali bangga jika lulus TK anaknya sudah dapat calistung. Untuk itu, Sudjarwo mengatakan, Kemendiknas sedang gencar mensosialisasikan agar PAUD kembali pada fitrahnya. Sedangkan produk payung hukumnya sudah ada, yakni SK Mendiknas No 58/2009. ''SK nya sudah keluar, jadi jangan sembarangan memberikan pelajaran calistung,'' jelasnya.
Sosialisasi tersebut, kata Sudjarwo, telah dilakukan melalui berbagai pertemuan di tingkat kabupaten dan provinsi. Maka Sudjarwo sangat berharap pemerintah daerah dapat menindaklanjuti komitmen pusat untuk mengembalikan PAUD pada jalurnya. ''Paling penting pemda dapat melakukan tindak lanjutnya,'' jawab dia.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Srie Agustina, Koordinator Komisi Edukasi dan Komunikasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menyatakan, memilih mensosialisasikan produk pendidikan merupakan bagian dari fungsi dan tugas BPKN untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen.
Dalam hal ini, kata Srie, BPKN memprioritaskan sosialisasi pada anak usia dini. Sebab berdasarkan Konvensi Hak Anak, setiap anak memiliki empat hak dasar. Salah satunya adalah hak untuk mendapatkan perlindungan dalam kerugian dari barang dan produk, termasuk produk pendidikan. ''Untuk itu sejak dini anak dilibatkan, karena di usia itulah pembentukan karakter terjadi,'' papar Srie.
Namun menurut Srie, mengedukasi tentang sebuah produk harus menggunakan metode khusus. Tidak dapat berwujud arahan dan larangan, namun dengan cara yang menyenangkan, salah satunya dengan festival mewarnai sebagai salah satu teknik untuk memberikan edukasi. ''Dengan mewarnai, mereka bisa terlibat dan merasa lebur di dalamnya, selain itu dalam gambar yang diwarnai tersebut disisipkan pesan-pesan yang ingin disampaikan,'' pungkasnya.
Sumber:
www.republika.co.id
Materi seminar parenting
Pengalaman pribadi
Komentar
Belum Ada Komentar